I.
|
A. Latar Belakang
Gambut adalah jenis tanah
yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia
dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin,
mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa
daerah Banjar.Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).
Sebagai
bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³,
yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi
kira-kira 8 miliar terajoule.
Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat
atau suatu tanah yang mengadung bahan organic berserat dalam jumlah besar.
Gambut mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat komperesibel (Dunn
dkk., 1992).
Lapisan tanah gambut adalah tipe lapisan tanah lempung
atau lanau yang bercampur dengan serat-serat flora dari tumbuhan tebal di
atasnya. Pada kondisi tanah dengan serat yang melapuk atau fauna yang membusuk
maka tanah tersebut menjadi tipe lapisan tanah organik (Nasution, 2004).
Menurut Terzaghi dan Peck (1967) gambut adalah agregat
agak berserat yang berasal dari serpihan mokroskopik dan mikroskopik
tumbuh-tumbuhan.
Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Lahan Pertanian (2008) Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara
Negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera,
Kalimantan dan Papua yang mana di Sumatera sendiri luasnya mencapai 2.253.733
ha. Seiring dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk mengakibatkan
lahan-lahan pertanian semakin terdesak untuk penggunaan non pertanian maka
lahan-lahan marginal seperti gambut harus dimanfaatkan sebagai areal pertanian.
Perluasaan pemanfataan lahan gambut meningkat pesat di
beberapa provinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan
Barat, dan Kalimantan Tengah. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi
seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di
provinsi Riau. Laju konversi lahan gambut cenderung meningkat dengan cepat,
sedangkan untuk lahan non gambut peningkatannya relative lebih lambat
(WWF,2008).
Dalam pemanfaatannya sebagai areal pertanian lahan
gambut memiliki banyak masalah yang dihadapi diantaranya : Kejenuhan basa yang
rendah, kemasaman tanah yang cukup tinggi, dan C/N yang tinggi serta sifat
fisik yang kurang baik dalam menyokong pertubumbuhan tanaman.
Pengembangan pertanian pada lahan gambut harus
mempertimbangkan sifat tanah gambut. Menurut Mawardi et al, (2001), secara umum
sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organic yang merupakan suatu
hasil akumulasi sisa-sisa tanaman. Asam Organik yang dihasilkan selama proses
dekomposisi tersebut merupakan bahan yang bersifat toksik bagi tanaman,
sehingga menggangu proses metabolisme tanaman yang akan berakibat langsung
terhadap produktifitasnya. Sementara itu secara fisik tanah gambut bersifat
lebih berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini akan mengakibatkan
cepatnya pergerakan air pada gambut yang belum terdekomposisi dengan sempurna sehingga
jumlah air yang tersedia bagi tanaman sangat terbatas.
Beberapa sifat kimia tanah gambut yang lain
berpengaruh terhadap dinamika hara dan penyediaan hara bagi tanaman yaitu:
kemasaman tanah, kapasitas tukar kation dan basa-basa dapat ditukar, fosfor,
unsur mikro, komposisi kimia dan asam fenolat gambut. Pemanfaatan lahan gambut
sebagai lahan pertanian memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti,
penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat karena ekosistemnya
yang marginal dan fragile. Pengembangan pertanian di lahan gambut menghadapi
kendala antara lain tingginya asam-asam organik. Pengaruh buruk asam-asam
organik yang beracun dapat dikurangi denga teknologi pengelolaan air dan
menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al,
Cu dan Zn. Pemberian unsur hara untuk memberikan hasil yang optimal pada system
usaha tani dapat dilakukan dengan tindakan ameliorasi dan pemupukan (Ratmini,
2012).
Lahan gambut memiliki beberapa fungsi strategis,
seperti fungsi hidrologis, sebagai penambat (sequester) karbon dan
biodiveristas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa
(Bellamy,1995 dan Ratmini, 2012). Selain berpotensi memberikan tambahan devisa
dan kesempatan kerja bagi masyarakat, lahan gambut juga merupakan penyangga
ekosistem terpenting karena simpanan karbon dan daya simpan airnya yang sangat
tinggi. Pembukaan lahan gambut merubah ekosistemnya dan menguras simpanan
karbon serta menghilangkan kemampuannya menyimpan air. Dengan pengorbanan yang besar
dari sisi kualitas lingkungan, penggunaan lahan gambut untuk pertanian
memberikan keuntungan ekonomi yang relative lebih kecil dibandingkan dengan
lahan mineral (Agus dan Made, 2008).
B. Tujuan
Tujuan praktikum dasar-dasar ilmu tanah adalah :
1.
Untuk
mengetahui pH pada tanah gambut
2.
Untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan Al dd dan H dd pada tanah gambut.
3.
Untuk
mengetahui persentase C organik pada tanah gambut.
4.
Untuk
mengetahui persentase kadar air dalam tanah gambut.
5.
Untuk
mengetahui persentase kandungan nitrogen (N) dalam tanah gambut.
6.
Untuk
mengetahui kandungan fosfor (P2O5)pada tanah gambut.
|
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.Tanah Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan
sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan
terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob
dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang mengakibatkan rendahnya tingkta
perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses deposisi
dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 2007).
Berdasarkan kondisi lingkungan
akumulasinya, gambut terbagi atas: (1) gambut topogenous adalah gambut yang
dibentuk pada depresi topografi dan diendapkan dari sisa tumbuhan yang hidupnya
mengambil nutrisi tanah mineral dan air tanah (gambut ini disebut sebagai
gambut eutropik atau gambut kaya bahan nutrisi). (2) gambut ombrogenous adalah
gambut yang terbentuk karena pengaruh curah hujan yang airnya tergenang atau
gambut yang dibentuk dalam lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentukan
semasa hidupnya banyak tumbuh dari air hujan (gambut ini disebut sebagai gambut
oligotrophic atau gambut miskin bahan nutrisi).
Berdasarkan tingkat kematangan atau pelapukan,
gambut dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu: 1) fibrik adalah gambut yang
tingkat pelapukannya terendah, 2/3 volumenya terisi serat, 2) hemik adalah
gambut yang tingkat kematangannya sedang, kandungan seratnya 1/3 – 2/3
volumenya, 3) gambut saprik adalah gambut yang masih kasar mempunyai porositas
tinggi, sukar menahan air dan unsur hara serta dapat mengalami penyusutan
(subsidence) yang kasar (Setiadi, 1996).
Noor (2001) membagi gambut
dalam empat kategori berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya, yaitu
gambut dangkal (50-100 cm), gambut tengahan (100-200 cm), gambut dalam (200-300
cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm). Widjaya-Adhi (1988), menyebutkan
kedalaman gambut dan tanah mineral yang ada dibawahnya sangat menentukan
komposisi kimia tanah-tanah gambut. Tingkat kesuburan lapisan atas dari gambut
adalah lebih miskin unsur hara essensial daripada lapisan atas dari gambut
dangkal.
Noor (2001) menyatakan bahawa
sifat dan cirri fisika tanah yang utama dari lahan gambut, antara lain
ketebalan gambut, lapisan dibawahnya, penurunan muka tanah, kelengasan tanah,
kerapatan lindak, daya antar hidrolik, dn kering tak balik. Setiadi (1996)
menjelaskan bahwa tanah gambut mempunyai bulk density yang sangatrendah yaitu
sekitar 0,1 – 0,2 g/cc, sehingga mengakibatkan rendahnya kandungan unsur hara
per satuan volume tanah. Sifat kering tak balik (irreversible drying)
menunjukkan bahwa bila gambut tidak mampu menyerap air kembali. Selain itu
gambut juga mempunyai sifat yang terus menerus menyusut (subsidence) bila
perbaikan drainase dilakukan.
Kendala dari segi sifat kimia
tanah gambut yang sering dijumpai adalah: (1) reaksi tanah tergolong sangat
masam yang berasal dari berbagai asam organic yang terbentuk selama pelapukan ,
(2) kandungan hara makro dan mikro rendah, (3) kapasitas tukar kation yang
tinggi, sedangkan kejenuhan basa rendah sehingga kation-kation Ca, Mg, dan K
sukar tersedia bagi tanaman (Halim dan Soepardi, 1987), (4) kandungan asam-asam
organic tanah tinggi yang berpengaruh langsung dan dapat meracuni tanaman,
terutama asam fenolat, (5) tata air yang buruk. Sumber gambut adalah asam-asam
organik (Noor, 2001).
Keasaman pada tanah gambut
berhubungan dengan konsentrasi ion H+ dan asam-asam organik (Prasetyo, 1996).
Menurut Setiadi (1996), nilai pH tanah gambut ideal adalah sekitar 5,5; pH
lebih tinggi menurunkan ketersediaan P, Mn, Bo, dan Zn, sedangkan tanah-tanah
yang sangat masam menyebabkan kekhahatan N, P, Ca, Bo, Cu dan Mo.
Menurut Tan (1993) dan
Stevenson (1994), gambut banyak mengandung senyawa organik yang mampu membentuk
senyawa kompleks dengan kation-kation logam. Gugus fungsi yang mengandung
oksigen seperti C=O, -OH, serta –COOH merupakan tapak reaktif dalam pengikatan
ion. Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber ebergi.
Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 triliun m, yang
menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan
di dunia, dan mengandung potensi energy kira-kira 8 milyar terajoule
(Wikipedia.org, 2009).
Sifat Fisik
Karakteristik fisik gambut
yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi
(bulk density, BD), daya menahan
beban (bearing capacity), subsiden
(penurunan permukaan), dan mongering tidak balik (irreversible drying). Kadar air tanah gambut berkisar antara
100-1.300% dari berat keringnya (13 kali bobotnya) menyebabkan BD menjadi
rendah. Bulk density terkait dengan kematangan dan kandungan bahan mineral,
dimana semakin matang dan semakin tinggi kandungan bahan mineral makan BD akan
semakin besar dan tanah gambut semakin stabil (tidak mudah mengalami
kerusakan). Reklamasi lahan gambut dengan mengkerutnya volume tanha sehingga
permukaan tanah akan mengalami penurunan (subsiden). Subsiden juga disebabkan
karena terjadinya proses dekomposisi bahan organic dan melepaskan CO2 (Ratmini,
2012).
Kemampuan tanah gambut
menampung air dalam jumlah besar dikarenakan bahwa jenis tanah ini memiliki
serat yang membagi ruang pori menjadi makropori dan mikropori yaitu bagian
terkecil yang terdapat di antara pori gambut itu sendiri, jadi dengan kata lain
gambut memiliki dua kali kemampuan untuk menampung air, tanah mineral kering
dapat menahan air 1/5 -1/2 dari bobotnya sedangkan tanah gambut dapat menahan
2-4 kali bobot keringnya (Adhi dan Suhardjo, 1976 dalam Nurdin, 2011).
Penetapan bobot isi (bulk
density/BD) tanah gambut dapat dilakukab secara langsung dilapangan dengan
menggunakan metode bentuk bongkahan atau clod, tetapi metode ini menghasilkan
angka BD yang lebih besar karena kandungan air di dalam bongkahan gambut masih
tinggi. Sementara itu, pengukuran bobot isi tanah gambut, lebih banyak
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan ring core, untuk menghilangkan
kandungan air dalam contoh, maka tanah gambut dikeringkan dalam oven (suhu 105̊
C selama 12 jam) dan diberi tekanan 33-1500 kPa, sehingga tanah menjadi kompak
dan stabil (Wahyunto et,al.,2004).
Rendahnya BD gambut
menyebabkan daya menahan atau menyagga bebab (hearing capacity) menjadi sangat
rendah. Hal ini meyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya
yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri
tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali
doyong atau bahkan roboh. Kadang-kadang pertumbuhan seperti ini dianggap
menguntungkan karena menudahkan bagi petani untuk memanen sawit (Agus dan Made,
2008).
Sifat fisik tanah gambut
lainnya adalah sifat mongering tidak balik, yaitu apabila gambut mongering
dengan kadar air <100% (berdasarkan berat kering), tidak bisa menyerap air
lagi jika dibasahi atau bersifat hidrofobik. Gambut yang mongering ini sifatnya
sama dengan kayu kering dan kehilangan fungsinya sebagai tanah. Gambut kering
juga mudah hanyut dalam dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan
kering (Widjaja-Adhi, 1988 dalam Agus dan Made, 2008). Gambut yang terbakar
menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut
yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat dibawah permukaan
sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali (Agus dan Made, 2008).
Tanah gambut terbentuk dari
timbunan bahan organik, sehingga kandungan karbon pada tanah sangat besar.
Fraksi organik tanah gambut di Indonesia lebih dari 95% kuranf dari 5% sisanya
adalah fraksi anorganik. Fraksi organic terdiri atas senyawa-senyawa humat
sekitar 10 hingga 20%, sebagian besar terdiri atas senyawa-senyawa non-humat
yang meliputi senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, suberin, dan
sejumlah kecil protein. Sedangkan senyawa-senyawa humat terdiri atas asam
humat, himatomelanat, dan humin (Stevenson, 1994; Tan, 1993 dalam Hartatik et
al., 2004).
Karakteristik kimia tanah
gambut di Indonesia sangat beragam dan ditentukan oleh kandungan mineral,
ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut, jenis mineral pada substratum
(didasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975) dalam Hartatik
et al., (2004) mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan
umumnya didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan
organiknya sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan
kering, sedangkan kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan
protein umumnya tidak melebihi 11%.
Tanah gambut mempuunyai tingkat
kemasaman yang relative tinggi dengan kisaran pH 3-4. Tingkat kemasaman tanah
gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam organik, yaitu asam humat
dan asam fulvat (Andriesse, 1974; Miller dan Donahue, 1990 dalam Hartatik et
al., 2004).
Bahan organik yang telah
mengalami dekomposisi mempunyai gugus reaktif karboksil dan fenol yang bersifat
sebagai asam lemah. Diperkirakan 85-95% sumber kemasaman tanah gambut
disebabkan karena kedua gugus karboksil dan fenol tersebut. Kemasaman tanah
gambut cenderung menurun seiring dengan kedalaman gambut. Pada lapisan atas
pada tanah gambut dangkal cenderung mempunyai pH lebih tinggi dari gambut tebal
(Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976 dalam Hartatik et al., 2004). Pengapuran tanah
gambut dengan tujuan meningkatkan pH tidak terlalu efektif, karena kadar Al
gambut yang rendah. Umumnya pH gambut pantai lebih tinggi dan tanahnya lebih
subur dibandingkan dengan gambut pedalaman karena adanya pengayaan basa-basa
dari air pasang surut (Hartatik et al., 2004).
Tanah gambut di Indonesia
umunya terbentuk dari kayu-kayuan yang mempunyai kandungan lignin yang lebih
tinggi dibandingakan dengan tanah-tanah gambut yang berada di daerah beriklim
sedang. Dekomposisi tanah gambut kayu-kayuan kata lignin dalam keadaan anaerob
selain menghasilan asam-asam alifatik juga menghasilkan asam-asam fenolat.
Sebagian besar dari asam-asam ini bersifat racun bagi tanaman. Beberapa jenis
asam fenolat yang umum dijumpai dalam tanah adalah asam vanilat, p-kumarat,
p-hidroksibenzoat, salisilat, galat, sinapat, gentisat, dan asam syringat.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa asam-asam fenolat bersifat
fitotoksik bagi tanaman dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat
(Driessen, 1978; Stevenson, 1994; Tsutsuki, 1984 dalam Hartatik et al., 2004).
Asam-asam fenolat tersebut
berpengaruh menghambat perkembangan akar tanaman dan penyediaan hara di dalam
tanah. Hartley dan Whitehead (1984) dalam Hartatik et al., (2004), mengemukakan
bahwa asam-asam fenolat pada konsentrasi 250 µM menurunkan sangat nyata serapan
kalium oleh tanaman barley. Asam salisilat dan ferulat menyebabkan terhambatnya
serapan kalium dan fosfor oleh tanaman gandum, serta asam ferulat pada
konsentrasi 500-1.000µM menurunkan serapan fosfor pada tanaman kedelai.
Konsentrasi asama fenolat sebesar 0,6-3,0 µM dapat menghambat pertumbuhan akar
padi sampai 50% sedangkan pada konsentrasi 0,001 hingga 0,1 µM dapat menggangu
pertumbuhan beberapa tanaman (Takijima, 1960 dalam Hartatik et al., 2004).
Gambut oligotropik, seperti
banyak ditemukan di Kalimantan, mempunyai kandungan kation basa seperti Ca, Mg,
K dan Na sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut,
basa-basa yang dikandungkan semakin rendah dan reaksi menjadi semakin masam.
Semakin tebal gambut, kandungan abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun
dan reaksi tanah menjadi lebih masam (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974 dalam
Hartatik et al., 2004). Kandungan basa-basa yang rendah disertai dengan nilai
kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi menyebabkan ketersediaan basa-basa
pada gambut pedalaman berhubungan erat dengan proses pembentukkannya yang lebih
banyak dipengaruhi oleh air hujan (Leiwakabessy, 1978 dalam Hartatik et al.,
2004). Kejenuhan basa (KB) tanah gambut pedalaman pada umumnya sangat rendah.
Muatan negative (yang
menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH
dependent charger), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan
negative uang terbentuk adalah hasil disosiasi hidroksil pada gugus karboksilat
atau fenol. Oleh karena itu penetapan KTK menggunakan pengekstrak ammonium
asetat pH 7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK
dengan pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai
yang lebih rendah KTK tinggi yang menunjukkan kapasitas serapan gambut tinggi,
namun kekuatan serapan lemah, sehingga kation K, Ca, Mg dan Na yang tidak
membentuk ikatan koordinasi mudah tercuci (Agus dan Made, 2008).
Secara alamiah tanah gambut
memiliki tingkat kesuburan rendah, karena kandungan unsur haranya rendah dan
mengandung beragam asam-asam organic yang sebagian bersifat racun bagi tanaman.
Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah, yang
menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari
asam-asam organic ini akan menentukan sifat kimia gambut. Untuk mengurangi
pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun, dapat dilakukan dengan
menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al,
Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan
organik membentuk senyawa kompleks/khelat. Oleh karena itu bahan-bahan yang
mengandung kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan ameliorant
gambut (Sabiham et al., 1997; Saragih, 1996 dalam Agus dan Made, 2008).
Secara alami status hara tanah
gambut tergolong rendah, baik hara makro maupun mikro. Kandungan unsur hara
gambut sangat ditentukan oleh lingkungan pembentukkanya. Gambut yang terbentuk
dekat pantai pada umumnya gambut topogen yang lebih subur, dibandingkan gambut
pedalaman yang umumnya tergolong ombrogen. Tingkat kesuburan tanah gambut
tergantung pada beberapa factor: (a) ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat
dekomposisi; (b) komposisi tanaman penyusun gambut; dan (c) tanah mineral yang
berada dibawah lapisan tanah gambut (Andreisse, 1974 dalam Hartatik et al.,
2004). Polak (1949) dalam Hartatik et al., (2004) menggolongkan gambut kedalam
tiga tingkat kesuburan yang didasarkan pada kandungan P2O5, CaO, K2O dan kadar
abunya, yaitu: (1) gambut eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi ; (2)
gambut mesotrofik dengan tingkat kesuburan yang sedang; (3) gambut oligotrofik
dengan tingkat kesuburan yang rendah.
Tanah gambut juga mengandung
unsure mikro yang snagat rendah dan diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan
organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi
yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi kebentuk yang tidak dapat diserap
tanaman. Unsur mikro juga diikat kuat oleh ligan organik membentuk khelat
sehingga mengakibatkan unsure mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Gejala
defesiensi unsure mikro sering tampak jelas pada gambut ombrogen seperti
tanaman padi dan kacang tanah yang steril. Menurut Dreissen (1978) dalam
Hartatik et al., (2004) kandungan unsur mikro tanah gambut pada lapisan bawah
umumnya lebih rendah dibandingkan lapisan atas. Namun dapat juga kandungan
unsur mikro pada lapisan bawah dapat lebih tinggi apabila terjadi pencampuran
dengan bahan tanah mineral yang ada di lapisan bawah gambut tersebut. Tanah
gamnut menyerap Cu cukup kuat, sehingga hara Cu tidak tersedia bagi tanaman,
menyebabkan gejala gabah hampa pada tanaman padi. Kandungan unsur mikro pada
tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan
pupuk mikro.
Ketersediaan N bagi tanaman
pada tanah gambut umumnya rendah, walaupun analisis N total umumnya relatife
lebih tinggi karena berasal dari N-Organik. Perbandingan kandungan C dan Ntanah
gambut relative tinggi, umumnya berkisar antara 20-45 dan meningkat dengan
semakin meningkatnya kedalaman (Radjagukguk, 1997 dalam Hartatik et al., 2004).
Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanaman yang optimum diperlukan
pemupukan mikro.
Unsur fosfor (P)pada tanah
gambut sebagian besar dijumpai dalam bentuk P-Organik, yang selanjutnya akan
mengalami proses mineralisasi menjadi P-anorganik oleh jasad mikro. Sebagian
besar senyawa P-organik berada dalam bentuk ester ortofosfat, sebagian lagi
dalam bentuk mono dan diester. Ester yang telah diidentifikasi terdiri atas
inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida dan gula fosfat. Ketiga
senyawa pertama bersifat dominan. Fraksi P-organik diperkirakan mengandung 2,0%
P sebagai asam nukleat, 1,0% sebagai fosfolipid, 35% inositol fosfat dan sisanya
belum terindentifikasi.
Di dalam tanah, pelepasan inositol fosfat
sangat lambat dibandingkan ester lainnya, sehingga senyawa ini banyak
terakumulasi, dan kadarnya didalam tanah menempati lebih dari setengah
P-Organik atau kira-kira seperempat total P tanah. Senyawa inositol heksafosfat
dapat beraksi dengan Fe atau Al membentuk garam yang sukar larut, demikian juga
terhadap Ca. Dalam keadaan demikian, garam ini sukar didegradsi oleh
mikroorganisme (Stevenson, 1984 dalam Hartatik et al., 2004).
|
III.
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Islam
Riau, Jalan Kaharuddin NasutionKM
11 No. 113 Marpoyan Kelurahan Simpang
Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru. Praktikum ini dilaksanakan sebanyak 2 kali
pertemuan, mulai hari
Kamis 02Oktoberdan Jum’at, 03Oktober 2014
(lampiran I).
B.Bahan
dan Alat
Bahan yang akan
digunakan dalam praktikum ini adalah Aqudes, larutan 1 N KCL, NaOH 0,1 N,HCL
0,1 N.dst.
Alat yang digunakan adalah
pipet tetes, pipet ukur, timbangan analitik,dst.
C. Pelaksanaan Praktikum
Pembuatan Reagen dan
Prosedur Kerja
1. Penetapan pH tanah
( Tanah gambut dari Labersa )
a. Alat-alat
·
pH
meter
·
Gelas
Piala 250 ml
·
Mesin
Kocok
·
Timbangan
b. Bahan-bahan
·
Air
suling (Aquades) 50 ml-100 ml
·
Tanah
50 gram
c. Prosedur Kerja
·
Masukkan
50 gram tanah ke dalam gelas piala dan tambahkan 50 ml Air suling ( pH H2O 1:1
)
·
Kocok
selama 15 menit dengan mesin pengocok, kemudian diamkan sebentar atau paling
lama 1 jam.
·
Ukur
dengan pH meter
2. ANALISIS Al dd dan H dd
Penetapan Al dan H dapat ditukarkan (Al dd dan H dd)
a.
Pembuatan Reagen
·
Laruatan
1 N KCL (74,5 gram KCL dalam 1 L aquades)
·
NaOH
0,1 N
·
HCL
0,1 N
·
NaF
4% ( 4 gram NaF larutan kedalam 100 mL aquades)
b. Alat-alat
·
Erlenmeyer
250 ml
·
Mesin
kocok
·
Kertas
saring
·
Pipet
ukur
·
Pipet
tetes
·
Alat
untuk menggerus
c. Bahan-bahan
·
KCl
·
HCl
·
NaOH
·
NaF
4%
d. Prosedur Kerja
·
Gerus/
dihaluskan tanah jika masih kasar
·
Masukkan
10 gram tanah kedalam erlemeyer 250 ml
·
Tambah
100 ml 1 N KCL, tutup erlemeyer dan kocok selama 15 menit
·
Saring
dengan kertas saring whatman 42 ( jika larutan tersebut keruh tetapi jika tidak
maka larutan tersebut cukup diendapkan)
·
Pipet
hasil diendapan 25 ml masukkan kedalam erlemeyer
·
Tambah
5 tetes indikator pp sambil dikocok.
·
Titer
dengan 0,1 N NaOH sampai timbul merah muda, catat jumlah NaOH yang terpakai
·
Tambahkan
0,1 ml HCL 0,1 N sehingga warna merah muda hilang
·
Tambahkan
10 ml NaF 4% warna merah akan timbul kembali bila tanah tersebut mengandung Al.
·
Titer
dengan HCL 0,1 N sampai warna merah hilang kembali ( catat jumlah HCL yang
terpakai)
Perhitungan:
Me H-dd/100 gram = ( mL NaOH x N NaOH) – ( mL HCL x N
HCL )x 40
Me Al-dd/100 gram = mL HCL xN HCL x40
Konstanta 40 berasal dari = ( 100 mL/25 mL )x (100
gram / 10 gram
3. ANALISIS C-Organik
Karbon sebagai senyawa organic akan mereduksi Cr6+
menjadi Cr 3+ dalam suasana asam, intensitas warna yang terbentuk setara dengan
kadar Carbon dan dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 645 nm.
a.
Pembuatan Reagen
·
larutan
1 N K2Cr2O7 ( 49,04 gram K2Cr2O7 dilarutkan dengan 1 L aquades )
·
Asam
sulfat pekat (96%)
·
Larutan
0,5% BaCl2 ( 5 gram BaCl dilarutkan dengan 1 L aquades )
b. Alat-alat
·
Erlenmeyer
250 ml
·
Mesin
kocok
·
Timbangan
analitik
·
Pipet
ukur
·
Pipet
tetes
·
Alat
untuk menggerus
c. Bahan-bahan
·
K2Cr2O7
·
BaCl2
·
Asam
Sulfat Pekat
d. Prosedur kerja
·
Gerus
tanah/ sampel jika kasar kemudian timbang 0,2 g tanah
·
Masukkan
tanah gambut kedalam Erlenmeyer
·
Tambahkan
10 ml larutan 1 N K2Cr2O7 , 20 ml Asam Sulfat Pekat dan 50 ml 0,5 ml 0,5% BaCl2
·
Setelah
itu kocok hingga terlarut
·
Berikan
label yang bertuliskan Sampel dan Blangko
·
Diamkan
1 malam hingga jernih
·
Lakukan
juga untuk larutan standar pada Blanko seperti pekerjaan pada sampel
·
Setelah
didiamkan selama 1 malam pindahkan larutan kedalam kuvet
·
Kemudian
ukur absorbansi pada panjang gelombang 645 nm
·
Catat
absorbansi sampel
Perhitungan :
% C = ( mg C kurva / mg contoh ) x 100%
Persentase bahan organik = 1,72 x C-organik
4. Penetapan Kadar Air
a. Alat-alat
·
Gelas
breaker
·
Oven
·
Pinset
·
Timbangan
analitik
b. Bahan-bahan
·
Sampel
tanah
c. Prosedur Kerja
·
Keringkan
selama 30 menit cawan pengering kedalam oven pada suhu 100°C
·
Setelah
30 menit, masukkan kedalam desikator selama 45 menit dan timbang
·
Timbang
5 gram tanah didalam gelas breaker
·
Masukkan
kedalam oven pada suhu 105 °C selam 3 menit, pindahkan kedalam desikator.
·
Setelah
45 menit lalu ditimbang.
Perhitungan:
% Kadar air tanah
= ( berat tanah basah – berat tanah kering )/ berat kering tanah x 100%
5. Analisis N-Total
Senyawa nitrogen organik dapat dioksidasi dalam
lingkungan asam sulfat pekat membentuk (NH4)2SO4. Amonium sulfat yang terbentuk
disuling dengan penambahan NaOH. Selanjutnya NH3 yang dibebaskan diikat oleh
asam borak dan dapat dititer dengan H2SO4 dengan menggunakan indikator Conway.
a. Pembuat
Reagen
·
Asam
sulfat pekat
·
Katalis
campuran (dicampurkan 1,55 gram CuSO4 anhidrat,96,9 gram Na2SO4 anhidrat, dan
1,55 gram selen bubuk kemudian digerus)
·
Asam
borat 1% ( larutkan 10 g H3BO3 dengan 1 liter Aquades)
·
NaOH
40% ( 400 g NaOH dilarutkan dengan 1 liter aquades)
·
Indikator
campuran (dilarutkan 0,1 gram merah metil ( methylred) dan 0,150 gram hijau
bromkresol (bromecrosol green) kedalam 100 mL ethanol absolute)
·
Larutan
baku asam sulfat 0.05 N
b. Prosedur
Kerja
·
Ditimbang
0,5 gram sampel tanah yang telah digerus, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml
·
Tambahkan
0,5 gram katalis campuran dan tambahkan 3 mL asam sulfat pekat.
·
Direduksi
selama ± 1 jam pada suhu 200 °C,setelah sempuran (keluar asap putih) setelah itu angkat dan dinginkan
dalam ruang (Fume Hod)
·
Lalu
diencerkan dengan 25 ml aquades ditambah 20 ml NaOH 40% dijadikan 100 ml
larutan dengan penambahan aquades
·
Hasil
dektruksi pindahkan kedalam labu didih lalu di destilasi
·
Untuk
menampung destilat disiapkan erlemeyer 100 mL yang berisi 10 mL H3BO3 1% dan
ditambah 7 tetes indicator campuran.
·
Destilasi
dilakukan sampai warna penampung menjadi hijau dan diperoleh destilat
sekitar 50-75 mL.
·
Destilat
dititer dengan H2SO4 0,05 sampai berubah warna
Dimana :T1 = mL H2SO4 yang terpakai untuk titrasi
blanko
T2 = mL H2SO4 yang terpakai untuk titrasi sampel
N = Normalitas
H2SO4
6. ANALISIS FOSFOR TERSEDIA
Fosfor dalam suasana netral / alkalin dalam tanah akan
terikat sebagai Ca,Mg-PO4. pengekstrak NaHCO3 akan mengendapkan Ca,Mg-CO3 sehingga
PO4 3- dibebaskan kedalam larutan. Pengekstrak ini juga dapat digunakan untuk
tanah asam terikat sebagai Fe. Al-hidroksida, sebagai fosfat dibebaskan.
a. Pembuatan reagen
·
Pengekstrak
NaHCO3 0,5 N, pH (Olsen) dilarutkan 42,0 g NaHCO3 dengan aquades encerkan
menjadi 1 L, pH larutan ditetapkan menjadi 8,5 dengan penambahan NaOH.
·
Pereaksi
pekat: Dilarutkan 12 gram ammonium molybdate, (NH4)6Mo7O24. 4H2O dengan 100 mL
aquades, ditambahkan 0.227 gram K(SbO)C4H4O6. dan secara perlahan tambahkan 140
mL H2SO4 pekat, jadikan 1 L.
·
Pereaksi
warna P: campuran 1,06 gram asam absorbat dan 100 mL pereaksi P pekat kemudian
jadikan 1L (tambahkan 25 mL H2SO4 N sebelum diencerkan)
·
Larutan
induk P 500 ppm : Dilarutkan 2,1954 gram KH2PO4 (keringkan pada suhu 40 °C)
dengan aquades, encerkan menjadi 1L
·
Larutan
standar (0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 8,0)
b. Prosedur kerja
·
Ditimbang
1,0 gram sampel tanah masukkan kedalam Erlenmeyer, ditambah 20 mL pengekstrak
olsen kemudian dikocok selama 30 menit.
·
Disaring
dengan kertas whatman 42 dan bila larutan keruh kembali.
·
Ekstrak
dipipet 10 mL kedalam labu ukur 50 ml
·
Sampel
dengan aquades 10 ml kedalam labu ukur 50 ml
·
Ditambah
10 ml pereaksi pewarna P untuk
masing-masing sampel
·
Kocok
hingga homogen dan biarkan selama 10 menit
·
Pipet
sampel tanah 1 ml kedalam 50 ml labu ukur, tambah aquades hingga 50 ml
·
Kemudian
masukkan sampel tanah dan sampel control kedalam kuvet masing-masing
·
Absobsi
larutan diukur dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm
·
Catat
hasil absorbansinya
Perhitungan : konsentrasi fosfor dihitung dengan
menggunakan regresi liner dari larutan standar.
Kadar P tersedia (ppm) = ( konsentrasi terukur x mL
ekstrak )/ g contoh.
D.
Pengamatan
Tanah gambut dari
daerah pekanbaru
1.
pH =
5,25
2.
Berat sampel Al
dd dan H dd = 10,0520 gram
NaOH 0,1 N =
2,5 ml
HCl 0,1 N =
0,5 ml
3.
Berat sampel
C-organik = 0,2078 gram
Blanko =
0,119 Abs
Sampel =
0,297 Abs
4.
Berat sampel
Fosfor = 1,499 gram
Blanko = 0,125 gram
Sampel =
0,118 x 50 = 5,9 Abs
5.
Berat sampel N = 0,5135 gram
H2SO4 =
1,5 ml
6.
Berat breaker = 34,8795 gram
Berat tanah basah = 5,05 gram
Berat kering = 37,5122 gram
IV.
|
A.
Analisis pH Tanah
Hasil pengamatan dari pengukuran pH tanah pada tanah
gambut yaitu 5,25
B.
Analisis Al dd dan H dd
Konstansta 40 berasal dari = (100
ml/ 25 ml) x (100 g / 10 g)
me H dd / 100 gram = ( mL NaOH x N NaOH) – ( mlHCl x N HCL) x 40
= ( 2,5 x 0,1 ) - (0,5 x 0,1 ) x 40
= ( 0,25- 0,05
) x 40
= 0,0125 x 40 = 0,5 ml
me Al dd / 100 gram = ml HCl x N
HCl x 40
= 0,5 ml x 0,1 N x 40= 2
me H dd / 100 gram x me Al dd / 100 gram
= 0,5 x 2 = 1
Jadi, tanah gambut yang mempunyai pH tanah 5,25 dibutuhkan pengapuran sebanyak 1 ton/ha.
C.
Analisis C-Organik
Perhitungan
: % C-organik = (mg C kurva atau
konstanta mg C/mg contoh) x 100%
Persentase bahan organik = 1,72 x
C=organik
A = 0,0014
B = 0,008
Konstanta
(mg C) = (Abs Y- A)/B
= (0,297 – 0,0014)/0,008 = 36,95
%
C-organik = (36,95/207) x 100% = 17.85
% bahan organik = 1,72 x 17.85 = 30.70
D.
Penetapan Kadar Air
Berat kering = (berat breaker +
berat tanah)- berat
kering
= (34,8795 + 5,05) – 37,5122
= 39,9295 –
37,5122 = 2,4173
gram
% kadar air = (berat basah tanah – berat kering) x 100
/ berat kering
= 5,05 - 2,4173
x 100 / 2,4173
= 108,91 %
E.
Analisis N- Total
Perhitungan : % N =
Dimana : T1 = ml H2SO4 0,05
N yang terpakai untuk titrasi blanko
T2 = ml H2SO4
0,05 N yang terpakai untuk titrasi sampel
N = Normalitas H2SO4
Fk protein = 6,25
% N =
= 0,69 %
% protein = % N x fk protein
= 0,69 x 6,25 = 4,27
Jadi, kandungan N pada tanah gambut adalah 4,27 %
F.
Analisis Fosfor Tersedia
A
= 0,002
B
= 0,013
X
ppm =
Abs Y – A / B
X
ppm = 5,9–0,002/ 0,013 = 453,69
Mg/kg fosfor = X ppm x ekstrak
ml / berat tanah
= 453,69 x 20 / 1,0018 = 8995,56
%
fosfor = Mg/kg fosfor / 10.000
= 8995,56 / 10.000 = 0,8995 %
V.
|
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang saya dapat dari praktikum dasar-dasar ilmu tanah ini
adalah:
1.
pH tanah
gambut kelompok 2 yang
diambil tanahnya di daerah sungai tratak buluh adalah 5,25
2.
Analisis Al
dd dan H dd nya ialah 1
3.
Analisis %
C-Organiknya ialah 17,85 % dan bahan organiknya 30,70 %
4.
Kandungan
air gambut ialah 108,91 %
5.
Kandungan N
pada tanah gambut ialah 0,69 %
6.
Kandungan fosfor
pada tanah gambut ialah 8.995,56 dengan % fosfornya ialah 0,8995 %
B. Saran
Kepada kakak asisten dalam pelaksanaan praktikum
seharusnya dalam penjelasan haru secara jelas dan detail agar mahasiswa yang
mengikuti praktikum mata kuliah ini dapat mengerti dan dapat mengetahui cara
praktikum yang tepat dan benar.
Dalam pelaksanaan praktikum mata kuliah DDIT seharusnya
yang melakukan praktikum itu yang mengikuti praktikum dan kakak asisten
seharusnya hanya membimbing para mahasiswa agar mahasiswa tau bagaimana cara
melakukan praktikum praktikum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2007. Menentukan keasaman pH meter dan tekanan
kelembaban tanah tensiometer.http://olovans.wordpress.com/2011/06/08/menentukan-tingkat-derajat-keasamantanah-ph-meter-dan-tekanan-kelembaban-tanah-tensiometer/Diakses 2
Desember 2014.
Berry
, L.G and B.mason. 1959. Mineralogy.
Concepta, Discription, Ditermination. W. H. Freeman andco.san Francisco.
Buchman,
Harry O. and Nyle C.Brady, 1969. Terjemahan
Prof .Dr. Soegiman 1982. Ilmu Tanah . Penerbit Bhratara Karya Aksara –
jakarta.
Grim
, R. E, 1953. Clay Mineralogy, Mcgraw Hill Book co Inc. N. Y.
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Akademik Persindo ; Jakarta.
Driessen,
P.M. and H. Suhardjo. 1976. On the defective grain formation of sawah rice on
peat. Soil Res. Inst. Bull. 3: 20 – 44. Bogor.
Endah, N. 2002. Tinjauan Teknis Tanah
Gambut Dan Prospek PengembanganLahan Gambut Yang Berkelanjutan.
Pidato Pengukuhan Guru Besar ITSSurabaya.
Halim,
A. 1987. Pengaruh pencampuran tanah mineral dan basa dengan tanah gambut
pedalaman Kalimantan Tengah dalam budidaya tanaman kedelai. Disertasi Fakultas
Pascasarjana, IPB. Bogor. 322p.
Hartatik,
W., K. Idris, S. Sabiham, S. Djuniwati, dan J.S. Adiningsih. 2004. Pengaruh
pemberian fosfat alam dan SP-36 pada tanah gambut yang diberi bahan amelioran
tanah mineral terhadap serapan P dan efisiensi pemupukan P. Prosiding Kongres
Nasional VIII HITI. Universitas Andalas. Padang.
Khopkar,
S.M. 2008.Konsep Dasar
Kimia Analitik.
Jakarta : Universitas Indonesia (UI-
Press).
Notohadiprawiro. 1986. Pembentukan Tanah Mineral. Jakarta.
Pasaribu.2007. http://www.scribd.com/doc/13977716/Alfisol-Dan-Oxisol. Diakses tanggal 06 Desember 2014.
Salampak,
1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian
bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Subandi. 2007. Aldd dan Hdd pada tanah. http://www.googlebook.com// Diakses tanggal
2 Desember 2014.
Syarief. 1986. Struktur dan Klasifikasi Tanah Mineral.
Jakarta.
Wicaksono. 1952. Pengetahuan Ilmu Tanah. Jakarta.
Winarso. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta.
Yulianti. 2007. Pertumbuhan Tanaman Pada Tanah Masam.
Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal
Pratikum Dasar – Dasar Ilmu Tanah kelas A
No
|
Hari, Tgl/Bln/Tahun
|
Kegiatan Praktikum
|
1
|
Rabu, 05 November 2014
|
-
Analisi pH
tanah
-
Analisis
Al-dd dan H-dd,
-
Analisis
C-Organik
|
2
|
Sabtu, 08November 2014
|
-
Uji
analisis kadar air tanah,
-
Analisis N
total,
-
Analisis
fosfor tersedia,
|
1 komentar:
Casino City to host a gaming - JMHub
› 이천 출장안마 app › casinos › app › casinos Mar 25, 강릉 출장샵 2017 — Mar 경상북도 출장안마 25, 2017 The gaming floor at the 춘천 출장샵 Harrah's Hotel in Las Vegas has been remodeled, and the lobby area 김포 출장샵 will be revamped.
Posting Komentar